Tuesday, 31 March 2015

Perjalanan Hidup dengan AIHA Part VI

Posted by my blog is my life on Tuesday, March 31, 2015 with No comments

Assalamulaikum sahabat-sahabatku. Melanjutkan hasil dari USG kemarin ya^_^

Kembali ke rumah sakit untuk USG kaki
Pagi hari saat kembali ke rumah sakit aku melakukan USG sesuai dengan perintah dokter saat aku kontrol kemarin. USG hanya dilakukan pada kaki kananku, mulai dari atas lutut hingga pergelangan kaki. Saat alat USG mulai bekerja dan bergerak di kakiku yang bengkak aku merasa kesakitan. Karena memang sangat nyeri rasanya. Tapi Alhamdulillah aku masih kuat untuk berjalan sendiri. Tapi kalau untuk sholat aku tidak bisa dengan normal, aku melakukan sholat dengan duduk selonjoran karena kakiku benar-benar tidak bisa dibuat menekuk.

Siang hari menemui dokter dan menunggu hasil USG
            Dokter yang menanganiku ternyata datang lebih cepat dibandingkan dengan hasil pemeriksaan USG, dan bertanya tentang kondisi kakiku apakah sudah membaik atau belum. Ibuku menjelaskan bahwa hasil USG masih belum jadi. Akhirnya dokter menelpon dokter yang melakukan USG dan memperoleh penjelasan bahwa di kakiku ada penyumbatan pembuluh darah.
            Dokter menjelaskan kepada Ibuku bahwa penyumbatan ini kemungkinan disebabkan oleh darah yang membeku. Kalau dibiarkan maka akan berbahaya. Pembuluh darah akan tertekan dan lama kelamaan akan pecah. Sehingga harus disuntikkan obat pengencer darah agar kakiku tidak membengkak dan darah yang membeku tidak menyumbat pembuluh darah lagi. Karena itu yang membuat kakiku menjadi bengkak. Dibutuhkan sekitar 3 atau 4 kali suntikan agar bisa membuat darah tidak membeku lagi. Untuk mempercepat reaksi obat aku nanti akan disuntik melalui perut. Itu artinya aku harus diopname. Saat itu agaknya Ibuku merasa keberatan kalau aku harus opname lagi, karena di rumah masih ada tanggungan, kakakku baru saja melahirkan dan kondisinya belum pulih seperti sediakala. Sehingga ibuku harus membantu untuk merawat bayi yang usianya belum genap sebulan. Ibuku meminta dokter untuk rawat jalan saja. Tapi dokter menjelaskan bahwa obat yang digunakan untuk sekali suntik harganya lumayan mahal sehingga untuk meringankan biaya dan juga tidak bolak balik ke rumah sakit aku harus diopname kurang lebih selama 1 minggu. Jika diopname aku bisa menggunakan askes sehingga obat suntikan bisa diperoleh secara gratis. Akhirnya Ibuku menyetujui kalau aku diopname saja.
           Ibuku langsung mengurus administrasi untuk memperoleh kamar. Dan ternyata mendapatkan kamar, sangatlah susah. Harus menunggu sampai ada kamar yang kosong terlebih dahulu, karena kebetulan saat itu kamar sudah full semua. Sampai sekitar pukul 9 malam aku baru mendapatkan kamar kelas III yang berisi 3 pasien dalam satu kamar. Sebelum dibawa ke kamar aku diperiksa terlebih dahulu ke ruang medis untuk mendapatkan data mengenai diagnosa penyakitnya. Dan dari situ aku tau apa sakit yang telah menyerang pembuluh darah di kakiku. Dokter menyebutnya DVT. Istilah baru lagi bagiku. Aku tidak tau apa itu DVT dan kenapa juga aku harus menderita DVT di kakiku yang sangat menyiksa dan mengganggu aktifitas. Sampai-sampai aku harus diopname lagi dan disuntik melalui perut yang rasanya juga pasti akan sakit.
            Kali ini obat yang aku konsumsi mulai ditambah dengan obat Simarc2 (Warfarin sodium) untuk membantu mengencerkan darah yang membeku selain dilakukan penyuntikan melalui perut. MethylPrednisolon juga masih aku konsumsi 2x1 dan Azhatioprine yang tidak boleh aku tinggalkan. Kondisiku saat itu memang tidak lemah, dan juga tidak pusing. Keluhan hanya ada di kakiku yang pembuluh darahnya tersumbat sehingga membuat aku mengalami nyeri yang sangat nyeri dan kakiku menjadi besar sebelah. Setiap sore aku disuntik obat melalui perut. Pertama kali saat perawat akan menyuntikku aku agak merasa was-was. Melihat alat yang dibawa saja aku merasa khawatir dengan sakit yang ditimbulkan. Dan ternyata tidak terlalu sakit. Tapi entah karena aku sudah terbiasa dengan rasa sakit sehingga saat aku disuntik melalui perut aku tidak merasa sakit dan tidak merasa khawatir.
            Dua hari opname di rumah sakit membuatku bosan, aku benar-benar ingin pulang. Aku kangen dengan rumah. Tapi kondisiku kakiku masih belum membaik sepenuhnya. Kakiku masih terlihat bengkak dan besar sebelah walaupun tak sebesar saat pertama kali masuk untuk opname. Untuk mengusir kebosanan aku mencoba mencari tau penyakit apa sebenarnya DVT. Melalui artikel yang aku peroleh dari hasil browsing aku mengetahui gambaran tentang DVT.

klik disini

Sampai sekarang sebenarnya aku masih belum tau penyebab pasti kenapa aku bisa sampai terkena DVT. Tiba-tiba darah membeku dan menyumbat pembuluh darah di kaki. Suatu teka-teki yang masih belum bisa aku jawab sendiri. Apa karena kakiku terlalu lama menekuk sehingga darahku tiba-tiba membeku atau karena efek dari anemia hemolitik itu sendiri? aku belum bisa menyimpulkan. Yang aku tau saat itu adalah kakiku rasanya sangat sakit, nyeri, panas, dan bengkak. Dan setelah diberi suntikan pengencer darah perlahan kondisi kakiku mulai membaik. Setelah pulang dari opname di rumah sakit aku masih diberi terapi obat Simarc2 (Warfarin Sodium) obat ini aku konsumsi sekitar 6 bulan lebih. Tapi apapun itu aku tidak peduli aku hanya ingin sembuh dari DVT dan setelah menjalani pengobatan aku akhirnya terbebas dari DVT dan melanjutkan pengobatan untuk anemia hemolitik yang aku derita.
Alhamdulillah kejadian ini berlangsung saat liburan semester 2 sehingga aku tidak perlu untuk ijin tidak kuliah saat diopname. Dan yang paling penting aku masih bisa menyembunyikan tentang penyakitku kepada teman-teman kuliahku. Hanya sahabat-sahabatku yang tau kalau aku opname saat itu. Aku melakukan ini karena aku tidak ingin terlihat berbeda dengan teman-temanku walaupun kenyataan yang sebenarnya aku memang berbeda dengan mereka.
Saat mulai masuk semester 3, keadaanku sudah seperti biasa. Aku sudah terbebas dari DVT, tapi terapi obat warfarin masih tetap berlangsung sampai mendekati awal semester 4 saat aku kuliah. Sementara keadaan anemia hemolitik sudah semakin membaik, aku sudah mulai jarang kambuh lagi. Walaupun Hb hanya sekitar 9 koma tapi menurut dokter kondisi itu sudah cukup bagus. Yang penting masih bisa tetap melakukan aktifitas. Dosis MethylPrednisolon akhirnya diturunkan menjadi hanya 4 mg yang aku konsumsi sehari 1x. Aku sangat senang mendengar semua ini, akhirnya aku hanya meminum MP dengan dosis hanya 4 mg, itu berarti moonface perlahan-lahan akan menghilang dari wajahku.
Aku mulai menjalani kuliahku seperti biasa. Kontrol ke rumah sakit Surabaya tiap bulan dengan teratur. Dan selalu menjaga kondisi agar tidak terlalu kelelahan. Kuliah semester 3-4 aku jalani dengan bahagia. Pergaulanku dengan teman-temanku kuliah terjalin dengan baik. Persahabatanku dengan teman-teman terdekatku juga semakin dekat dan akrab. Kondisiku benar-benar sangat stabil saat itu. Tak ada keluhan yang berarti, hanya ketika masa konsumsi warfarin (pengencer darah) mulai menunjukkan efek samping berupa memar-memar merah pada lutut dan siku. Padahal saat itu aku tidak mengalami benturan. Sehingga saat kontrol dokter mulai menghentikan simarc2 (Warfarin).

Awal Semester 5
            Masuk kuliah awal semester 5 aku sedikit mulai merubah penampilanku. Aku sangat bahagia karena moonface sudah tak tampak pada wajahku. Aku mencoba memakai sepatu high hill yang saat itu juga sempat membuat teman-temanku agak terkejut dengan penampilanku. Hehehehe. Tapi perubahan penampilan itu tak berlangsung lama saat DVT mulai timbul lagi setelah setahun tak muncul. Tiba-tiba saja aku kembali merasakan nyeri pada kakiku. Tapi kali ini tidak di bagian lutut kaki kananku. DVT menyerang di telapak kakiku sebelah kiri. Jari-jari kakiku memerah dan sedikit bengkak. Sangat nyeri rasanya sampai menjalar ke telapak kaki.
            Saat kembali kontrol dan memberitahukan keluhanku pada dokter aku disuruh lagi untuk meminum Simarc2 dan obat anti nyeri untuk mengurangi sakit pada telapak kakiku. Dokter juga melarang minum es terlalu banyak dan usahakan tidak memakai sepatu hak tinggi. Saat mendengar itu aku rasanya ingin tertawa saja. Ternyata merubah penampilan agar terlihat tinggi dengan memakai sepatu hak tinggi malah seperti membuat penyakit pada diriku sendiri. Dan aku sadar bahwa tidak perlu neko-neko lagi dengan memakai sepatu hak tinggi. Biarlah aku memakai sepatu yang nyaman buatku meskipun itu tak membuatku bertambah tinggi. Karena penampilan buatku sekarang adalah nomer yang ke-sekian dibandingkan dengan kesehatanku^_^
            Kuliah semester 5 Alhamdulillah berjalan dengan lancar sampai hari menjelang UAS tiba. Tapi saat pelaksanaan UAS aku merasa kondisiku kurang baik. Tiba-tiba saja aku sering merasa mual dan kelelahan. Aku menyangka mungkin karena aku terlalu memforsir tenagaku untuk belajar persiapan UAS dan mengerjakan tugas-tugas. Sehingga saat hari ke empat UAS aku merasa kondisiku benar-benar kurang fit. Saat tiba di kampus aku merasakan mual yang teramat sangat seperti masuk angin. Tapi Alhamdulillah aku masih mampu menyelesaikan Uas pada hari itu. Pelaksanaan UAS tinggal sehari lagi dan aku berusaha untuk menjaga kondisiku jangan sampai drop sebelum pelaksanaan uas benar-benar selesai. Saat pulang dari kampus aku benar-benar istirahat total dan mengesampingkan untuk belajar. Yang penting aku fit dulu masalah belajar nanti kalau aku merasa sudah baikan.
            Keesokan harinya saat aku bangun. Aku merasakan tubuhku lumayan membaik dan aku keluar menghirup udara segar di depan teras rumah sambil menemani keponakan yang bermain di luar. Tapi tiba-tiba saja aku merasakan mataku seperti berkunang-kunang dan merasakan pusing yang teramat sangat pada kepalaku. Aku langsung masuk kamar dan mengistirahatkan badanku. Tapi saat aku membuka mata aku melihat sekeliling menjadi berputar semuanya berputar dan aku merasakan mual sampai ingin muntah saat membuka mataku. Akhirnya aku hanya bisa memejamkan mataku dan perutku menjadi semakin mual sampai aku muntah. Seperti biasa Ibu mulai panik melihat kondisiku yang tiba-tiba drop seperti itu. Kondisiku memang sangat lemah aku merasakan mual yang begitu hebatnya pada perutku dan merasakan mataku yang berkunang-kunang dan kepalaku sakit sekali. Setiap kali membuka mata semuanya berputar.
            Ibuku mencoba memberikan aku obat untuk lambung untuk diminum, biasanya ketika aku mengalami mual ibu selalu memberikan pertolongan pertama seperti itu dan menyuruhku untuk sarapan. Tapi kali ini aku benar-benar tidak bisa. Aku merasa setiap kali aku memasukkan makanan ke dalam perutku rasa mual mulai muncul dan langsung aku muntahkan. Selalu seperti itu sampai aku merasa sangat lemas.
            Akhirnya ibu memutuskan untuk membawaku ke Rumah sakit lamongan. Ibu khawatir nanti kalau dibiarkan lama-lama berpengaruh pada Hb dan trombositku. Setelah konsultasi dengan dokter lamongan via telepon dokter menyuruh untuk segera di bawa ke UGD saja. Saat berangkat ke lamongan aku sudah tidak bisa membuka mata. Aku terus muntah di dalam mobil sepanjang perjalanan ke rumah sakit. Kepalaku rasanya begitu sakit sampai aku rasanya tidak kuat untuk merasakan sakitnya kepala yang seperti itu. Sampai di rumah sakit aku sudah tidak kuat jalan, aku pasrah saja ketika orang-orang membopongku untuk dipindahkan ke ranjang untuk di bawa ke UGD. Semua orang disana menyangka aku adalah korban kecelakaan karena aku didorong di atas ranjang dengan keadaan yang sudah lemas dan tidak bisa membuka mata. Tapi aku masih sadar saat itu. Aku memang sengaja untuk memejamkan mata karena saat aku membuka mata aku akan merasakan pusing yang teramat sangat di kepalaku dan ingin muntah.
            Setelah dilakukan pemeriksaan, Alhamdulillah Hb dan Trombosit masih dalam batas aman walaupun memang belum bisa normal. Hanya saja keadaanku memang lemas karena dari pagi muntah terus dan kepalaku juga masih terasa sangat pusing dan masih belum bisa membuka mata. Dokter akhirnya menyarankan untuk opname saja agar bisa diinfus dan tidak kehabisan cairan karena aku sama sekali tidak mau makan dan muntah terus. Agak merasa terbebani juga pikiranku saat itu yang belum ijin ke dosen untuk tidak ikut UAS. Dan ditambah lagi di rumah ada si kecil yang harus ditinggal di rumah sendirian.
Opname kali ini memang penuh dengan beban dan pikiran. Opname yang tidak disangka-sangka dan terjadi dengan tiba-tiba setelah sekian lama tak merasakan jarum suntik dan infus. Opname yang mengawali kondisiku kembali mulai melemah lagi sampai aku benar-benar drop saat semester 6 dan berniat untuk putus kuliah lagi. Kondisi yang membuatku harus meminum dosis MP yang dinaikkan lagi. Kondisi yang membuatku kembali merasakan pandangan aneh dari teman-teman kuliahku. Kondisi yang membuatku harus dilakukan tindakan CT scan. Kondisi yang membuatku harus dilakukan Tes Bone-Densitometri. Hingga akhirnya dilakukan ANA-Test.

Kisah lengkapnya tunggu di postingan selanjutnya ya^_^ semoga bisa diambil hikmahnya.
klik disini untuk lanjut part VII 

0 comments:

Post a Comment