Pengobatan
saat sudah mengetahui aku terkena anemia hemolitik
Setelah
melalui beberapa tes dan opname-opname yang sudah tidak bisa dihitung lagi
sudah berapa kali, aku pun mulai menjalani rawat jalan. Dokter juga sudah tidak
merasa ragu lagi dengan obat-obat yang diberikan kepadaku. Saat itu aku masih
belum bisa mengikuti pembelajaran di sekolah, karena aku harus menjalani masa
perawatan untuk penyembuhan dan pemulihan kondisiku setelah diketahui aku
terkena anemia hemolitik.
Saat
itu dokter memberikan aku terapi obat Methylprednisolon 4mg yang harus dikonsumsi
sehari 3 x 4 tablet. Berarti total obat yang harus aku konsumsi sehari adalah
12 tablet dengan dosis 4mg berarti total dosisnya adalah 48mg. Saat itu aku
tidak tau apa-apa tentang obat ini. Apa efek yang akan ditimbulkan aku sama
sekali tidak tau. Karena aku percaya pada dokter obat ini yang terbaik dan aku
ingin sembuh. Selain mengkonsumsi MP aku juga diberikan obat pendamping
lainnya. Seperti Grahabion, Ranitidin dan dexanta untuk lambung. Dan Paracetamol
untuk mengurangi sakit kepala saat sewaktu-waktu aku kambuh.
Tahap
pengobatan awal aku belum merasakan apa-apa. Hanya saja setelah beberapa bulan
pengobatan aku mulai merasakan efek dari keganasan obat Methylprednisolon yang
aku konsumsi.
Efek
dari Methylprednisolon sempat membuatku putus asa untuk melanjutkan pengobatan
Saat aku mulai mengkonsumsi MP aku
belum merasakan efek negative dari obat itu. Justru saat aku mulai mengkonsumsi
obat itu aku mulai bisa masuk sekolah. Walaupun teman-teman juga merasakan
keanehan dengan penampilanku saat sebelum sakit dan sesudah sakit. Sebelumnya
teman-temanku pernah ramai-ramai menjengukku di rumah. Dan kebetulan saat itu
aku sedang tinggal di rumah Budhe. Ini adalah karena mengikuti saran
orang-orang tua setelah opname untuk sementara jangan pulang ke rumah sendiri
dulu. Biar penyakitnya bisa hilang dan tidak kambuh lagi. Ini yang disebut
dengan “tirah”. Jadi seperti pindah
sementara untuk mencari suasana baru.
Aku sangat senang ketika
teman-temanku ramai-ramai menjengukkuJ
Semua teman-temanku ternyata juga menyayangiku. Tapi mereka sempat kaget saat
melihatku yang sekarang kata mereka seperti boneka. Sejak sakit aku memang
tidak pernah keluar rumah. Sama sekali tidak pernah. Kulitku menjadi putih
bersih, wajahku juga sudah mulai membulat dan tentunya juga terlihat putih agak
pucat. Tapi aku sudah mengalami perkembangan yang baik. Bibirku sudah mulai
terlihat memerah. Dan saat teman-temanku menjenguk aku seperti mendapatkan
energi baru lagi dan sangat ingin kembali ke sekolah lagi.
Jadwal
untuk kontrolku tiba. Aku kembali ke RSUD lagi, tapi akali ini tidak untuk
opname tapi untuk kontrol. Dokter sangat senang melihatku sudah membaik. Bahkan
dokter menyarankan aku untuk sekolah biar ketemu teman-teman dan hatiku jadi
terhibur dan senang. Tapi ada perkataan dokter yang aku anggap gurauan tapi
ternyata itu akan menjadi kenyataan buatku. Saat itu dokter menyuruhku untuk
selalu minum obat MP itu secara teratur. Nanti biar pipimu jadi tembem kayak
bakpao. Aku pun tertawa saat melihat dokter menirukan gaya pipi tembem dengan
menggelembungkan dua pipinya. Aku menganggap itu hanya sebagai lelucon untuk
menghiburku.
Saat
mulai kembali masuk sekolah
Hmmmm…
sudah hampir kurang lebih 3 bulan aku sudah tidak masuk sekolah. Untungnya para
guru masih mengijinkan aku untuk masuk sekolah lagi. Tentunya dengan
toleransi-toleransi khusus karena kondisiku. Dan Alhamdulillah saat itu para
guru di SMP mau mengerti dengan keadaanku. Itu juga karena Ibuku yang
memohonkan ijin dengan menceritakan kondisi-kondisiku yang memang berbeda
dengan siswa-siswa lainnya. Alhamdulillah aku masih bisa mengikuti pelajaran
dengan gembira walaupun aku merasa aku berbeda dengan teman-temanku.
Pertama,
aku tidak bisa ikut pelajaran olahraga seperti teman-temanku yang lain.
Sebenarnya sudah sejak kelas 2 SMP sejak aku terkena typus aku sudah tak pernah
ikut olahraga. Tapi aku lupa kalau saat ini aku sudah kelas 3 SMP dan kondisiku
bahkan lebih lemah dan lebih parah dari yang aku alami dulu. Dan aku kembali
merasakan aku berbeda dengan teman-temanku. Setiap pelajaran olahraga aku
selalu sendiri. Saat teman-temanku ceria dan gembira melakukan olahraga aku
hanya sendiri duduk di tempat yang teduh dengan melihat keceriaan
teman-temanku. Mereka tertawa, meloncat, bercanda dan mereka sangat
lincah-lincah. Sementara aku hanya menyendiri duduk dan sesekali ikut tersenyum
melihat teman-teman yang sedang bercanda saat olahraga. Walaupun kadang aku
ingin menangis saat aku duduk menyendiri melihat teman-teman yang begitu lincah.
Dan ini adalah kenyataan yang harus aku terima bahwa aku tidak bisa dan tidak
boleh ikut olahraga, ini terus berlangsung sampai aku lulus dari kelas 3 SMP.
Kedua,
saat aku mulai sekolah aku mengalami kehidupan yang berbeda dan sangat berbeda
dengan teman-temanku lainnya. Aku sudah kelas 3 SMP tapi aku harus selalu
membawa bekal makanan ke sekolah. Bahkan itu berlaku sampai aku masuk ke SMA
dan berlanjut ke Perguruan Tinggi. Karena sejak sakit aku benar-benar tidak
boleh telat makan. Setiap istirahat, saat teman-teman mulai ke kantin membeli
jajanan gorengan, entah itu nasi bungkus atau makanan ringan, aku tak pernah
ikut mereka. Padahal sebelumnya saat kelas 1 setiap istirahat aku ramai-ramai
dengan teman-teman membeli gorengan ke kantin. Tapi semua makanan yang di
kantin saat itu belum boleh aku makan. Karena perutku masih sangat sensitif
sehingga aku harus membawa makanan sendiri dari rumah. Saat suasana kelas sepi
terkadang disitu aku merasa sedih dan ingin menangis. Aku merasa nelangsa tidak
bisa ikut teman-teman ramai-ramai ke kantin. Dan saat itu akupun hanya bisa
menarik nafas dan memakan bekalku sendiri di kelas.
Ketiga,
beberapa bulan mengkonsumsi MP ternyata perkataan dokter yang aku anggap
guarauan menjadi kenyataan. Wajahku tiba-tiba menjadi sangat bulat. Pipiku
menjadi sangat tembem. sampai-sampai saat aku tertawa pipiku terasa sangat
gendut. Dan belakangan ini baru aku tau inilah yang disebut dengan “moonface”. Sebenarnya bukan hanya aku
yang merasakan perubahan ini. Teman-temanku juga menyadari dengan perubahan
wajah dan fisikku. Tapi mereka menganggap kalau aku lucu kayak boneka. Dan itu
aku jadikan penghibur dalam hatiku. Dan memang saat aku perhatikan wajahku
memang seperti boneka tapi lama kelamaan aku melihat kalau aku seperti monster.
Pipiku sangat sangat tembem sampai-sampai aku malu ketika aku keluar rumah.
Foto kenangan saat aku mengalami moonface pada saat kelas 3 SMP. Diambil
ketika akan persiapan ujian dan digunakan untuk foto ijazah.
Aku
merasa obat ini ternyata membuatku berubah jadi jelek. Aku selalu merasa lapar.
Aku jadi gendut, tapi Cuma di pipiku saja. Bisa kalian bayangkan bagaimana
perasaanku saat itu. Dan bisa kalian bayangkan juga bagaimana saat kalian
memiliki wajah yang seperti itu dan ketika kalian keluar rumah semua orang
memandang dengan mimik wajah yang aneh, kadang juga terdengar bisik-bisik
komentar mereka tentang pipiku. Betapa sedih dan malunya aku saat itu. Aku
mendengarnya, tapi aku pura-pura tidak mendengarnya. Aku kadang ingin marah
tapi memang wajahku seperti itu. Bukan salah mereka juga kalau ingin
membicarakan aku di belakangku dengan setengah berbisik. Kadang aku juga ingin
menangis, kalau aku sudah tidak kuat menahan malu ketika berada di tempat umum.
Pasti semua orang akan melihatku. Karena wajahku memang aneh. Tapi apa kalian
tau perasaanku saat itu? aku juga sama sekali tidak ingin memiliki wajah
seperti itu.
Selain
itu juga MP membuatku memiliki bulu-bulu yang lebat di tangan maupun di kaki.
Aku juga merasakan gerah selalu. Aku selalu merasa kepanasan dan berkeringat
sampai-sampai aku minta dibelikan kipas angin agar aku tidak merasa kepanasan.
Ini hanya efek yang ringan akibat MP. Setelah aku sudah hampir setahun
mengkonsumsi obat ini aku merasakan efek yang begitu menyakitkan pada
lambungku. Dan ini membuatku kembali masuk ke rumah sakit lagi untuk diopname.
Opname
yang kesekian kalinya akibat efek dari Methyilprednisolon
Sebenarnya
aku lupa dengan waktu yang aku gunakan untuk opname. Yang jelas aku pernah
opname karena keluhan pada lambung yang sangat sangat sangat sakit sampai ke
pinggang. Lagi-lagi dokter mengalami kebingungan dengan kondisiku. Saat itu aku
memang sudah mengkonsumsi MP dan ternyata inilah efek yang terasa sangat
menyakitkan buatku. Entah kenapa tiba-tiba saja lambungku terasa sangat sakit
dibuat tidur telentang sakit, tidur miring ke kiri sakit ke kanan sakit,
apalagi dibuat tengkurap. Aku sangat tersiksa merasakan sakit yang begitu melilit
pada lambungku. Dan akhirnya aku opname lagi.
Saat
opname dokter juga bingung ada apa dengan lambungku ini. Sudah dikasih obat
pereda nyeri tapi hanya sebentar reda kemudian sakit melilit lagi. Sampai aku
guling-guling di tempat tidur saat itu. Akhirnya dokter menyarankan untuk
melakukan “endoskopi” pada lambungku.
Aku hanya pasrah saja. Silahkan lakukan apapun padaku asalkan aku bisa sembuh
dari sakit lambung yang menyiksa ini. Aku merasa ini adalah hal paling
menyakitkan dalam masa-masa aku opname.
Endoskopi.
Tindakan apa lagi itu? kata-kata yang sangat asing buatku. Saat itu dokter
hanya memberikan aku gambaran bahwa nanti dari mulutku akan dimasuki benda
seperti selang infus agak kurang besar sedikit yang akan dimasukkan dari mulut
sampai ke lambungku untuk mengetahui keadaan di dalam lambungku itu seperti apa
sehingga menyebabkan aku merasakan sakit yang tidak bisa aku gambarkan. Begitu
kambuh nyeri aku sudah tidak sanggup lagi untuk menggambarkan sakitnya hanya
obat pereda nyeri yang bisa meredakan sakitnya, itupun hanya beberapa saat.
Aku
pasrah saja saat dokter menyuruh untuk endoskopi, toh aku juga sudah merasakan
hal yang sakit sebelum-sebelumnya. Ditusuk-tusuk jarum buat pasang infus,
ditusuk jarum lagi buat ambil sampel darah. Ditusuk jarum untuk disuntikkan
obat walaupun lewat selang infus tapi itu sangat sakiiit saat kebetulan obatnya
menimbulkan sakit. Atau terkadang disuntik lewat selang infus tapi rasa
pahitnya sampai ke tenggorokan yang membuatku ingin muntah saja.
Endoskopi
ooh endoskopi
Aku kira tindakan yang tidak
membuatku tersiksa. Ternyata malah membuatku seperti dipaksa untuk muntah.
Persiapan endoskopi saat itu aku disuruh puasa mulai jam 12 malam. Dan sebelum
puasa pun aku sempat overdosis gara-gara infus sudah disuntikkan obat tapi
lewat selang infus, aku malah disuntik lagi. Dan baru kali itu aku merasakan
overdosis. tenggorokkanku seperti tercekik, ingin muntah tapi tidak bisa dan
rasanya badan sudah tidak karu-karuan. Akhirnya cairan infus diambil dan
diganti cairan infus biasa. Dan akhirnya kondisiku membaik lagi. Dan puasa
untuk persiapan endoskopi dimulai.
Di
ruang endoskopi Rumah sakit Surabaya
Saat aku masuk ruangan aku mendengar
suara-suara aneh dari orang-orang yang sedang endoskopi. Aku sedikit bergidik
mendengarnya dan agak ragu saat mau diendoskopi. Apalagi saat endoskopi
berlangsung Ibu atau siapapun tidak boleh masuk untuk menemani. Dan hanya Allah
yang menjadi pelindung dan penjagaku saat itu.
Aku mulai berbaring di ranjang yang
telah disiapkan perawat. Perawatnya memang sangat ramah sehingga sedikit
menghilangkan rasa takutku. Aku mulai diberi intruksi. Perawat mulai memasukkan
penahan gigi mirip yang dipakai petinju saat bertanding dengan lawan. Aku
disuruh menggigitnya dan perawat mulai menyemprotkan semacam obat apa ya, dia
bilang saat disemprot akan terasa pahit tapi ditelan saja tidak apa-apa. Dan
beberapa menit kemudian aku merasakan tenggorokanku sangat tebal dan seperti
mati rasa. Aku disuruh tidur miring ke kiri, kemudian di dekat pipiku
disediakan baskom kecil. Perawat bilang kalau aku ingin muntah muntah saja,
tangan harus tetap diam jangan sekali-kali tangan ikut bergerak atau memegang
selang yang akan dimasukkan ke mulut nanti.
Aku menurut saja dengan intruksi
dari perawat. Tapi untungnya ada yang memegangi tanganku saat itu. Alat pun
mulai dimasukkan ke mulut perlahan tapi pasti, kemudian mulai masuk ke
tenggorokkan disitulah aku baru paham kenapa perawat mewanti-wanti untuk tidak
ikut menggerakkan tangan saat alat mulai dimasukkan. Alat sebesar selang infus
agak besar sedikit berwarna hitam, dan di ujungnya seperti ada lampu kamera
yang nanti akan digunakan untuk melihat keadaan dalam lambungku. Mulai masuk ke
tenggorokkan aku mulai ingin muntah, seperti apa rasanya coba kalau ada benda
yang sengaja dimasukkan paksa ke dalam kerongkongan apalagi itu sampai menembus
ke lambung.
Aku sudah muntah-muntah gak karuan.
Dan memang inilah tujuannya untuk berpuasa dulu sebelum endoskopi. Aku pasrah
dengan semua yang terjadi saat itu. Aku ingin agar ini akan cepat berakhir.
Berlangsung selama beberapa menit aku tak ingat berapa menit pastinya. Saat
alat mulai ditarik keluar dari mulutku, rasanya aku sangat lega. Perawat mulai
membersihkan sisa-sisa muntahanku dan tersenyum padaku serta memujiku karena
aku anteng alias diam saja saat alat endoskopi mulai bekerja.
Hasil
endoskopi ternyata???dilanjut besok lagi yaaa…Tunggu postinganku selanjutnya^^
bagus bnget ceritanyaaaa.. ^_^
ReplyDelete^_^ tunggu kisah lanjutannya yaaaa..
DeleteQ kok jadi berkaca2 mbak nin bacanya :'(
ReplyDeletehehehehe. . jgn lupa baca kelanjutannya nit. . biar lebih berkaca-kaca lagi. .
DeleteHeeemmm :(
ReplyDeleteBerasa tenggorokan q serak..
menghayati tenan mbak wel nek baca. sampek ikut2an serak xixixixi...
DeleteMbak, aku boleh minta kontaknya ndak ? Mau tanya tanya soal aiha karna ada kerabat yg di diagnosis aiha juga
ReplyDelete