Saturday, 7 March 2015

Perjalanan Hidup dengan AIHA Part II

Posted by my blog is my life on Saturday, March 07, 2015 with 7 comments

Pengobatan saat sudah mengetahui aku terkena anemia hemolitik
Setelah melalui beberapa tes dan opname-opname yang sudah tidak bisa dihitung lagi sudah berapa kali, aku pun mulai menjalani rawat jalan. Dokter juga sudah tidak merasa ragu lagi dengan obat-obat yang diberikan kepadaku. Saat itu aku masih belum bisa mengikuti pembelajaran di sekolah, karena aku harus menjalani masa perawatan untuk penyembuhan dan pemulihan kondisiku setelah diketahui aku terkena anemia hemolitik.
Saat itu dokter memberikan aku terapi obat Methylprednisolon 4mg yang harus dikonsumsi sehari 3 x 4 tablet. Berarti total obat yang harus aku konsumsi sehari adalah 12 tablet dengan dosis 4mg berarti total dosisnya adalah 48mg. Saat itu aku tidak tau apa-apa tentang obat ini. Apa efek yang akan ditimbulkan aku sama sekali tidak tau. Karena aku percaya pada dokter obat ini yang terbaik dan aku ingin sembuh. Selain mengkonsumsi MP aku juga diberikan obat pendamping lainnya. Seperti Grahabion, Ranitidin dan dexanta untuk lambung. Dan Paracetamol untuk mengurangi sakit kepala saat sewaktu-waktu aku kambuh.
Tahap pengobatan awal aku belum merasakan apa-apa. Hanya saja setelah beberapa bulan pengobatan aku mulai merasakan efek dari keganasan obat Methylprednisolon yang aku konsumsi.

Efek dari Methylprednisolon sempat membuatku putus asa untuk melanjutkan pengobatan
            Saat aku mulai mengkonsumsi MP aku belum merasakan efek negative dari obat itu. Justru saat aku mulai mengkonsumsi obat itu aku mulai bisa masuk sekolah. Walaupun teman-teman juga merasakan keanehan dengan penampilanku saat sebelum sakit dan sesudah sakit. Sebelumnya teman-temanku pernah ramai-ramai menjengukku di rumah. Dan kebetulan saat itu aku sedang tinggal di rumah Budhe. Ini adalah karena mengikuti saran orang-orang tua setelah opname untuk sementara jangan pulang ke rumah sendiri dulu. Biar penyakitnya bisa hilang dan tidak kambuh lagi. Ini yang disebut dengan “tirah”. Jadi seperti pindah sementara untuk mencari suasana baru.
            Aku sangat senang ketika teman-temanku ramai-ramai menjengukkuJ Semua teman-temanku ternyata juga menyayangiku. Tapi mereka sempat kaget saat melihatku yang sekarang kata mereka seperti boneka. Sejak sakit aku memang tidak pernah keluar rumah. Sama sekali tidak pernah. Kulitku menjadi putih bersih, wajahku juga sudah mulai membulat dan tentunya juga terlihat putih agak pucat. Tapi aku sudah mengalami perkembangan yang baik. Bibirku sudah mulai terlihat memerah. Dan saat teman-temanku menjenguk aku seperti mendapatkan energi baru lagi dan sangat ingin kembali ke sekolah lagi.
Jadwal untuk kontrolku tiba. Aku kembali ke RSUD lagi, tapi akali ini tidak untuk opname tapi untuk kontrol. Dokter sangat senang melihatku sudah membaik. Bahkan dokter menyarankan aku untuk sekolah biar ketemu teman-teman dan hatiku jadi terhibur dan senang. Tapi ada perkataan dokter yang aku anggap gurauan tapi ternyata itu akan menjadi kenyataan buatku. Saat itu dokter menyuruhku untuk selalu minum obat MP itu secara teratur. Nanti biar pipimu jadi tembem kayak bakpao. Aku pun tertawa saat melihat dokter menirukan gaya pipi tembem dengan menggelembungkan dua pipinya. Aku menganggap itu hanya sebagai lelucon untuk menghiburku.
Saat mulai kembali masuk sekolah
Hmmmm… sudah hampir kurang lebih 3 bulan aku sudah tidak masuk sekolah. Untungnya para guru masih mengijinkan aku untuk masuk sekolah lagi. Tentunya dengan toleransi-toleransi khusus karena kondisiku. Dan Alhamdulillah saat itu para guru di SMP mau mengerti dengan keadaanku. Itu juga karena Ibuku yang memohonkan ijin dengan menceritakan kondisi-kondisiku yang memang berbeda dengan siswa-siswa lainnya. Alhamdulillah aku masih bisa mengikuti pelajaran dengan gembira walaupun aku merasa aku berbeda dengan teman-temanku.
Pertama, aku tidak bisa ikut pelajaran olahraga seperti teman-temanku yang lain. Sebenarnya sudah sejak kelas 2 SMP sejak aku terkena typus aku sudah tak pernah ikut olahraga. Tapi aku lupa kalau saat ini aku sudah kelas 3 SMP dan kondisiku bahkan lebih lemah dan lebih parah dari yang aku alami dulu. Dan aku kembali merasakan aku berbeda dengan teman-temanku. Setiap pelajaran olahraga aku selalu sendiri. Saat teman-temanku ceria dan gembira melakukan olahraga aku hanya sendiri duduk di tempat yang teduh dengan melihat keceriaan teman-temanku. Mereka tertawa, meloncat, bercanda dan mereka sangat lincah-lincah. Sementara aku hanya menyendiri duduk dan sesekali ikut tersenyum melihat teman-teman yang sedang bercanda saat olahraga. Walaupun kadang aku ingin menangis saat aku duduk menyendiri melihat teman-teman yang begitu lincah. Dan ini adalah kenyataan yang harus aku terima bahwa aku tidak bisa dan tidak boleh ikut olahraga, ini terus berlangsung sampai aku lulus dari kelas 3 SMP.
Kedua, saat aku mulai sekolah aku mengalami kehidupan yang berbeda dan sangat berbeda dengan teman-temanku lainnya. Aku sudah kelas 3 SMP tapi aku harus selalu membawa bekal makanan ke sekolah. Bahkan itu berlaku sampai aku masuk ke SMA dan berlanjut ke Perguruan Tinggi. Karena sejak sakit aku benar-benar tidak boleh telat makan. Setiap istirahat, saat teman-teman mulai ke kantin membeli jajanan gorengan, entah itu nasi bungkus atau makanan ringan, aku tak pernah ikut mereka. Padahal sebelumnya saat kelas 1 setiap istirahat aku ramai-ramai dengan teman-teman membeli gorengan ke kantin. Tapi semua makanan yang di kantin saat itu belum boleh aku makan. Karena perutku masih sangat sensitif sehingga aku harus membawa makanan sendiri dari rumah. Saat suasana kelas sepi terkadang disitu aku merasa sedih dan ingin menangis. Aku merasa nelangsa tidak bisa ikut teman-teman ramai-ramai ke kantin. Dan saat itu akupun hanya bisa menarik nafas dan memakan bekalku sendiri di kelas.
Ketiga, beberapa bulan mengkonsumsi MP ternyata perkataan dokter yang aku anggap guarauan menjadi kenyataan. Wajahku tiba-tiba menjadi sangat bulat. Pipiku menjadi sangat tembem. sampai-sampai saat aku tertawa pipiku terasa sangat gendut. Dan belakangan ini baru aku tau inilah yang disebut dengan “moonface”. Sebenarnya bukan hanya aku yang merasakan perubahan ini. Teman-temanku juga menyadari dengan perubahan wajah dan fisikku. Tapi mereka menganggap kalau aku lucu kayak boneka. Dan itu aku jadikan penghibur dalam hatiku. Dan memang saat aku perhatikan wajahku memang seperti boneka tapi lama kelamaan aku melihat kalau aku seperti monster. Pipiku sangat sangat tembem sampai-sampai aku malu ketika aku keluar rumah.


Foto kenangan saat aku mengalami moonface pada saat kelas 3 SMP. Diambil ketika akan persiapan ujian dan digunakan untuk foto ijazah.

Aku merasa obat ini ternyata membuatku berubah jadi jelek. Aku selalu merasa lapar. Aku jadi gendut, tapi Cuma di pipiku saja. Bisa kalian bayangkan bagaimana perasaanku saat itu. Dan bisa kalian bayangkan juga bagaimana saat kalian memiliki wajah yang seperti itu dan ketika kalian keluar rumah semua orang memandang dengan mimik wajah yang aneh, kadang juga terdengar bisik-bisik komentar mereka tentang pipiku. Betapa sedih dan malunya aku saat itu. Aku mendengarnya, tapi aku pura-pura tidak mendengarnya. Aku kadang ingin marah tapi memang wajahku seperti itu. Bukan salah mereka juga kalau ingin membicarakan aku di belakangku dengan setengah berbisik. Kadang aku juga ingin menangis, kalau aku sudah tidak kuat menahan malu ketika berada di tempat umum. Pasti semua orang akan melihatku. Karena wajahku memang aneh. Tapi apa kalian tau perasaanku saat itu? aku juga sama sekali tidak ingin memiliki wajah seperti itu.
Selain itu juga MP membuatku memiliki bulu-bulu yang lebat di tangan maupun di kaki. Aku juga merasakan gerah selalu. Aku selalu merasa kepanasan dan berkeringat sampai-sampai aku minta dibelikan kipas angin agar aku tidak merasa kepanasan. Ini hanya efek yang ringan akibat MP. Setelah aku sudah hampir setahun mengkonsumsi obat ini aku merasakan efek yang begitu menyakitkan pada lambungku. Dan ini membuatku kembali masuk ke rumah sakit lagi untuk diopname.

Opname yang kesekian kalinya akibat efek dari Methyilprednisolon
Sebenarnya aku lupa dengan waktu yang aku gunakan untuk opname. Yang jelas aku pernah opname karena keluhan pada lambung yang sangat sangat sangat sakit sampai ke pinggang. Lagi-lagi dokter mengalami kebingungan dengan kondisiku. Saat itu aku memang sudah mengkonsumsi MP dan ternyata inilah efek yang terasa sangat menyakitkan buatku. Entah kenapa tiba-tiba saja lambungku terasa sangat sakit dibuat tidur telentang sakit, tidur miring ke kiri sakit ke kanan sakit, apalagi dibuat tengkurap. Aku sangat tersiksa merasakan sakit yang begitu melilit pada lambungku. Dan akhirnya aku opname lagi.
Saat opname dokter juga bingung ada apa dengan lambungku ini. Sudah dikasih obat pereda nyeri tapi hanya sebentar reda kemudian sakit melilit lagi. Sampai aku guling-guling di tempat tidur saat itu. Akhirnya dokter menyarankan untuk melakukan “endoskopi” pada lambungku. Aku hanya pasrah saja. Silahkan lakukan apapun padaku asalkan aku bisa sembuh dari sakit lambung yang menyiksa ini. Aku merasa ini adalah hal paling menyakitkan dalam masa-masa aku opname.
Endoskopi. Tindakan apa lagi itu? kata-kata yang sangat asing buatku. Saat itu dokter hanya memberikan aku gambaran bahwa nanti dari mulutku akan dimasuki benda seperti selang infus agak kurang besar sedikit yang akan dimasukkan dari mulut sampai ke lambungku untuk mengetahui keadaan di dalam lambungku itu seperti apa sehingga menyebabkan aku merasakan sakit yang tidak bisa aku gambarkan. Begitu kambuh nyeri aku sudah tidak sanggup lagi untuk menggambarkan sakitnya hanya obat pereda nyeri yang bisa meredakan sakitnya, itupun hanya beberapa saat.
Aku pasrah saja saat dokter menyuruh untuk endoskopi, toh aku juga sudah merasakan hal yang sakit sebelum-sebelumnya. Ditusuk-tusuk jarum buat pasang infus, ditusuk jarum lagi buat ambil sampel darah. Ditusuk jarum untuk disuntikkan obat walaupun lewat selang infus tapi itu sangat sakiiit saat kebetulan obatnya menimbulkan sakit. Atau terkadang disuntik lewat selang infus tapi rasa pahitnya sampai ke tenggorokan yang membuatku ingin muntah saja.

Endoskopi ooh endoskopi
            Aku kira tindakan yang tidak membuatku tersiksa. Ternyata malah membuatku seperti dipaksa untuk muntah. Persiapan endoskopi saat itu aku disuruh puasa mulai jam 12 malam. Dan sebelum puasa pun aku sempat overdosis gara-gara infus sudah disuntikkan obat tapi lewat selang infus, aku malah disuntik lagi. Dan baru kali itu aku merasakan overdosis. tenggorokkanku seperti tercekik, ingin muntah tapi tidak bisa dan rasanya badan sudah tidak karu-karuan. Akhirnya cairan infus diambil dan diganti cairan infus biasa. Dan akhirnya kondisiku membaik lagi. Dan puasa untuk persiapan endoskopi dimulai.
Di ruang endoskopi Rumah sakit Surabaya
            Saat aku masuk ruangan aku mendengar suara-suara aneh dari orang-orang yang sedang endoskopi. Aku sedikit bergidik mendengarnya dan agak ragu saat mau diendoskopi. Apalagi saat endoskopi berlangsung Ibu atau siapapun tidak boleh masuk untuk menemani. Dan hanya Allah yang menjadi pelindung dan penjagaku saat itu.
            Aku mulai berbaring di ranjang yang telah disiapkan perawat. Perawatnya memang sangat ramah sehingga sedikit menghilangkan rasa takutku. Aku mulai diberi intruksi. Perawat mulai memasukkan penahan gigi mirip yang dipakai petinju saat bertanding dengan lawan. Aku disuruh menggigitnya dan perawat mulai menyemprotkan semacam obat apa ya, dia bilang saat disemprot akan terasa pahit tapi ditelan saja tidak apa-apa. Dan beberapa menit kemudian aku merasakan tenggorokanku sangat tebal dan seperti mati rasa. Aku disuruh tidur miring ke kiri, kemudian di dekat pipiku disediakan baskom kecil. Perawat bilang kalau aku ingin muntah muntah saja, tangan harus tetap diam jangan sekali-kali tangan ikut bergerak atau memegang selang yang akan dimasukkan ke mulut nanti.
            Aku menurut saja dengan intruksi dari perawat. Tapi untungnya ada yang memegangi tanganku saat itu. Alat pun mulai dimasukkan ke mulut perlahan tapi pasti, kemudian mulai masuk ke tenggorokkan disitulah aku baru paham kenapa perawat mewanti-wanti untuk tidak ikut menggerakkan tangan saat alat mulai dimasukkan. Alat sebesar selang infus agak besar sedikit berwarna hitam, dan di ujungnya seperti ada lampu kamera yang nanti akan digunakan untuk melihat keadaan dalam lambungku. Mulai masuk ke tenggorokkan aku mulai ingin muntah, seperti apa rasanya coba kalau ada benda yang sengaja dimasukkan paksa ke dalam kerongkongan apalagi itu sampai menembus ke lambung.
            Aku sudah muntah-muntah gak karuan. Dan memang inilah tujuannya untuk berpuasa dulu sebelum endoskopi. Aku pasrah dengan semua yang terjadi saat itu. Aku ingin agar ini akan cepat berakhir. Berlangsung selama beberapa menit aku tak ingat berapa menit pastinya. Saat alat mulai ditarik keluar dari mulutku, rasanya aku sangat lega. Perawat mulai membersihkan sisa-sisa muntahanku dan tersenyum padaku serta memujiku karena aku anteng alias diam saja saat alat endoskopi mulai bekerja.
Hasil endoskopi ternyata???dilanjut besok lagi yaaa…Tunggu postinganku selanjutnya^^

7 comments:

  1. bagus bnget ceritanyaaaa.. ^_^

    ReplyDelete
  2. Q kok jadi berkaca2 mbak nin bacanya :'(

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehehe. . jgn lupa baca kelanjutannya nit. . biar lebih berkaca-kaca lagi. .

      Delete
  3. Heeemmm :(
    Berasa tenggorokan q serak..

    ReplyDelete
    Replies
    1. menghayati tenan mbak wel nek baca. sampek ikut2an serak xixixixi...

      Delete
  4. Mbak, aku boleh minta kontaknya ndak ? Mau tanya tanya soal aiha karna ada kerabat yg di diagnosis aiha juga

    ReplyDelete