DIARY
DINDA
Sayup-sayup aku mendengar isak
tangis seorang wanita. Aku menebak-nebak mungkin itu bundaku yang tengah
menemaniku. Duduk di sampingku dan terus menangis menyesali apa yang sudah
terjadi. Saat ini aku hanya bisa mendengar. Aku terkapar lemah di ranjang. Di
dalam ruangan yang serba putih dengan bantuan alat pernapasan. Mungkin itu yang
bisa menahanku untuk tidak segera pergi meninggalkan dunia yang sudah
memberikan banyak sekali
kenangan-kenangan yang aku ukir bersama dengan orang-orang yang sangat aku
sayang tapi mungkin mereka tak menyadarinya.
“ Bangun Dinda. Ini bunda. Bunda
yang selalu sayang sama Dinda.”
Aku mendengar dengan jelas kalau
ternyata bunda sayang sama aku. Oh andai aku sanggup, saat itu juga aku akan
bangun dan memeluk bunda dengan erat. Tapi kenapa bunda baru sekarang peduli
padaku? Di saat aku sudah tak berdaya seperti ini. Kemana bunda saat aku sedang
membutuhkannya?
***
14
Agustus 2011
Hari
ini aku sangat senang. Karena aku mendapatkan kado terindah dari bunda. Kado
yang selalu aku nanti-nantikan sejak aku berusia 7 tahun. Aku sekarang
mempunyai adik laki-laki yang mungil. Dan aku janji mulai sekarang aku nggak
akan manja lagi. Aku akan membantu bunda sama ayah mengurusi dedek bayi biar
mereka nggak kerepotan.
30
Agustus 2011
Hari
ini aku melaksanakan sholat Id berbeda dengan
tahun-tahun sebelumnya. Aku melaksanakan sholat Id sendiri tak bersama
anggota keluarga intiku. Tahun-tahun sebelumnya aku selalu berangkat dengan
ayah dan bunda. Tapi tahun ini beda. Aku berangkat dengan tante-tanteku dan
dengan sepupuku. Karena ayah dan bunda sedang sibuk mengurusi dedek bayi. Tapi
tak apa. Aku tetep bahagia. Aku akan menjadi kakak yang baik buat adikku. Dan
menjadi anak yang baik untuk ayah dan bunda.:-)
31
Agustus 2011
Tiba-tiba
saja aku merasakan sakit di dadaku yang sebelah kiri. Sakit sekali ya Allah.
Kenapa ini? Saat aku bilang ke bunda. Bunda bilang itu hanya kecapekan. Akupun
beristirahat untuk menghilangkan rasa sakit di dadaku itu.
“ Bagaimana keadaan Dinda?” suara
laki-laki itu membuat bunda menjadi kaget dan menutup diary yang sedang dibaca.
Aku tau itu karena aku mendengar suara diaryku yang jatuh ke lantai.
“ Masih sama seperti kemarin Yah.
Belum ada perubahan.”
“ Aku sangat menyesal Yah. Aku
telah lalai mengurus Dinda. Aku tak pernah mencoba untuk mengerti perasaannya
dan aku selalu mengabaikan semua keluhan-keluhannya. Dan bahkan aku sering
sekali menyalahkan dia ketika adiknya menangis atau ketika adiknya bangun dari
tidurnya karena mendengar suaranya. Aku sungguh berdosa.” Isak tangis bunda pun
pecah saat selesai menyesali perbuatannya kepadaku dulu.
“ Lihat tulisan-tulisannya di buku
ini. 6 bulan belakangan ini dia ternyata sangat kesepian. Dan aku bundanya sama
sekali tak mempedulikannya.”
Ayah pun memungut diaryku dan
sayup-sayup aku mendengar lembaran-lembaran dari buku itu dibuka.
4
September 2011
Hari
ini aku sedih karena telah membuat bunda marah. Saat adek bobok aku tak sengaja
bersuara keras dan membuat adek bangun dan rewel. Bunda marah banget sama aku.
Dan aku tak bisa berbuat apa-apa untuk membantu Bunda.
5
September 2011
Sejak
kejadian kemarin aku jadi takut sama Bunda. Aku takut dimarahi lagi. Sekarang
aku merasa seperti sendiri. Dulu bunda selalu ada untuk aku. Sekarang bunda
sibuk dengan dedek bayi. Aku jarang diperhatikan. Ayah juga sibuk dengan
kerjanya.
14
Oktober 2011
Wah
sekarang adekq sudh berusia 2 bulan lho. Seneng dech rasanya. Udah bisa diajak
main. Hehehehe. Aku juga sudah bisa gendong adek lho. Tapi saat sedang asyik
gendong adek. Dadaku sakiiiiitttt banget. Gak tau kenapa. Saat aku bilang
bunda, aku malah dimarahi. Bunda kira aku pura-pura karena gak mau disuruh jaga
adek. Akhirnya aku tahan rasa sakit ini. Karena aku ingin membantu bunda yang
kecapekan seharian ngurus adek dan sekarang harus nyuci baju.
24
Oktober 2011
Aku
merasa bunda sekarang kurang perhatian sama aku. Hari ini aku ulang tahun yang
ke- 13 tapi bunda tak memberiku ucapan seperti tahun-tahun sebelumnya. Padahal
di sekolah tadi temen-temenku ngucapin selamat ke aku. Ada apa dengan Bunda?
Tok tok tok. Terdengar pintu
kamarku diketuk.
“
Permisi Pak, dokter memanggil anda untuk berbicara sebentar.” Kata orang yang
mengetuk pintu yang tidak lain adalah suster di rumah sakit tersebut.
“
Oh iya sus.” Jawab ayahku dan kudengar langkah kaki ayah meninggalkan kamarku.
Dengan lembut bunda mengelus-elus kepalaku. Dan aku merasa senang sekali. Sudah
lama aku tak merasakan belaian bunda semenjak ada dedek bayi.
“
Dinda kenapa nggak pernah bilang kalau kangen sama Bunda? Bunda benar-benar
minta maaf sama Dinda. Dinda cepet sembuh ya. Bunda janji bunda akan selalu
memperhatikan Dinda lagi seperti dulu. Dinda bangun Nak.” Kata Bunda saat itu
padaku. Tapi apa daya aku hanya bisa mendengarkan. Aku ingin bicara tapi raga
ini rasanya sudah tak kuat lagi.
***
“
Apakah anda sebelumnya mengetahui tentang penyakit anak anda? Tanya dokter
kepada seorang laki-laki yang tak lain adalah ayah Dinda.
“
Penyakit? Penyakit apa maksud dokter? Selama ini anak saya sehat-sehat saja.
Tidak pernah sakit.” Laki-laki itu mencoba melakukan penjelasan.
“
Tapi menurut pemeriksaan kami anak anda menderita penyakit jantung. Mungkin ini
yang menjadi penyebab dia jatuh dari sepeda dan akhirnya mengalami kecelakaan
itu.”
“
Dan fatalnya kecelakaan itu mengakibatkan benturan keras pada dada Dinda
sebelah kiri yang membuat jantung dia semakin terluka parah. Kami hanya bisa
berusaha melakukan yang terbaik untuk anak anda. Masalah selamat atau tidaknya
anak anda tergantung dari kuasa Tuhan” Lanjut dokter lagi.
Ayah
Dinda yang mendengar hal itu langsung merasa lemas dan tak berdaya. Dia sudah
tak mampu berkata apa-apa lagi.
***
Sementara itu di ruang rawat Dinda.
Entah darimana datangnya kekuatan
itu. Sekarang aku mampu membuka mataku. Kulihat Bunda terlelap tidur di
sampingku. Aku mencoba menggerakkan tanganku. Dan saat itu juga Bunda terkejut
dengan gerakan tanganku itu.
“ Dinda, kamu sudah sadar Nak?”
terlihat wajah ibuku sangat bahagia melihat aku sadar.
“ Dinda sayang maafkan bunda. Bunda
sama sekali gak bermaksud untuk tidak memperhatikan dinda. Bunda juga gak
pernah bermaksud untuk selalu memarahi Dinda. Dinda harus kuat ya. Dinda harus
sembuh.” Kata Bunda sambil memegang erat tanganku.
Aku hanya bisa tersenyum dan
perlahan-lahan air mataku mulai keluar. Dengan segenap kekuatan yang tersisa
aku berusaha untuk bicara.
“ Bunda...” ujarku lirih.
“ Iya sayang ini bunda. Sayang
jangan terlalu banyak bicara dulu. Dinda masih lemah.”
“ Maafkan Dinda. Dinda gak bisa
jadi anak yang baik buat bunda. Maafkan Dinda yang selalu buat bunda marah.
Dinda minta maaf bunda.”
Terdengar pintu dibuka.
“ Yah, Dinda sudah sadar yah. Dinda
akan sembuh.” Kata bunda pada ayah yang saat itu baru selesai menemui dokter.
Ayah yang saat itu tau aku sadar langsung memelukku dan menangis.
“ Ayah kenapa menangis?” tanyaku
saat itu.
“ Yah, maafin Dinda kalau Dinda
sering buat ayah marah. Maafkan Dinda yang belum bisa jadi anak yang baik buat
bunda dan ayah. Ayah yang saat itu sudah tau tentang kondisi Dinda hanya bisa
mengangguk menanggapi perkataan Dinda.
“ Bunda. Dinda punya surat buat
ayah dan bunda. Dinda nulisnya pas malam hari sebelum Dinda jatuh dari sepeda.
Baca ya bunda.” Kataku sambil tersenyum.
“ Bunda. Dinda pengen tidur. Dinda
capek banget bunda. Bunda temani Dinda tidur ya. Dinda jangan ditinggal
sendiri. Dinda takut.”
“ Iya sayang bunda dan ayah selalu
disini menemani Dinda.”
Saat itu juga aku merasakan tubuhku
sangat lemah. Aku sudah tidak kuat lagi menahan sakit yang ada di tubuhku. Aku
ingin tidur yang nyenyak untuk menghilangkan semua sakit yang ada pada tubuhku.
Dan perlahan-lahan rasa sakit itu pun hilang. Diiringi denga isakan tangis ayah
dan bundaku.
***
12 Januari 2012
Malam ini entah kenapa aku ingin
menulis surat untuk ayah dan bundaku. Aku seperti akan pergi jauuh sekaliii.
Tapi gak tau kemana. Malam ini aku juga merasakan dadaku yang semakin sakit.
Tiap aku pakek ngangkat barang berat terasa sakit. Tiap aku kelelahan pas abis
naik sepeda dadaku berdebar kenceeeng banget dan keringetan. Kata bunda itu
hanya karena kecapekan. Tapi kenapa malam ini semakin sakit dan berdebar-debar
setiap saat.
Surat buat Bunda
yang paliiiing aku sayangi.
Bundaku
sayang. Dinda merasa malam ini adalah malam yang tepat untuk menulis surat buat
Bunda. Mumpung Dinda masih bisa nulis surat ini.
Bunda,
Dinda merasa bersalah banget sama bunda. Karena Dinda tidak pernah bisa
membantu Bunda. Dinda malah sering ngrepotin bunda. Padahal Dinda tau kalau Bunda
repot ngurusi dedek bayi.
Bunda,
Dinda sebenarnya pengen cerita kalau akhir-akhir ini Dinda merasakan sakit di
dada Dinda yang sebelah kiri. Tapi Dinda gak pernah punya kesempatan untuk
cerita pada bunda. Setiap dinda mau cerita, bunda sibuk dengan dedek bayi.
Bunda,
bunda jangan tersinggung ya kalau sekarang Dinda mau bilang ke Bunda kalau
Bunda akhir-akhir ini sering marah sama dinda. Apalagi kalau Dinda membuat
dedek bayi bangun hanya gara-gara mendengar suara rame yang Dinda buat. Jujur
bunda, Dinda gak sengaja dan sama sekali gak bermaksud membangunkan dedek bayi.
Karena Dinda sayang sama dedek bayi.
Bunda
Dinda sekarang merasa kesepian. Dinda gak pernah ada teman main. Entah kenapa
dinda seperti kehilangan bunda. Dinda jarang merasakan pelukan bunda. Padahal
dinda kangen banget sama bunda.
Terimakasih
untuk bunda yang sudah memberikan kado untuk DindaJ
Sekarang Dinda
pengen nulis surat buat ayah yang selalu sibuk dengan kerjanya.
Ayah, Dinda juga sayang banget
sama ayah. Walaupun Dinda kurang begitu dekat dengan ayah. Tapi Dinda tetep
sayang dan merasakan kalau ayah juga sayang dengan dinda. Buktinya ayah selalu
kerja cari uang pasti buat dinda.
Ayah, Dinda juga kangen sama
ayah. Dinda kangen dengan kebersamaan kita. Dulu ayah sering ngajak Dinda main
setiap akhir pekan. Tapi sekarang waktunya ayah tercurahkan pada dedek bayi.
Tapi Dinda rela kok. Dedek bayi lebih membutuhkan perhatian daripada Dinda yang
sekarang memang udah gedheJ
“ Sudahlah
Bunda. Jangan ditangisi terus. Ikhlaskan kepergian Dinda. Biar dia tenang di
alam sana.” Ujar ayah sambil memeluk bunda.
“
Bunda sekarang istirahat. Seharian ini bunda belum istirahat sama sekali.” Ayah
pun menggiring bunda menuju kamar dan membaringkannya.
“ Bunda lihat dech, Dinda dapat nilai
matematika 90.”
“ Dinda bunda lagi repot. Dinda
sana masuk kamar ganti baju terus makan.”
Keesokan
harinya.
“ Bundaaa selamat pagii.”
“ Aduh Dinda jangan teriak-teriak
nanti adikmu bangun. Ini cepetan sarapan nanti kamu telat sekolahnya.
“ Bunda Dinda berangkat ya.”
Saat ingin menaiki sepedanya
Dinda tiba-tiba kembali masuk rumah lagi dan melihat Bundanya.
“ Ada apa? Ada yang ketinggalan?”
tanya Bunda.
“ Enggak Bunda. Dinda Cuma mau
bilang dinda sayang sama Bunda.” Katanya sambil tersenyum dan berlalu pergi.
“ Dinda berangkat.” Teriaknya
lagi di depan rumah.
“ Iya hati-hati.” Balas bunda
dari dalam rumah.
Saat sudah berada di jalan
tiba-tiba Dinda merasakan sakit yang luar biasa pada dadanya dan menyebabkan
dia tak bisa mengendalikan sepedanya. Sepedanya pun oleng. Dan bertepatan
dengan itu mobil pick up langsung menghantam Dinda dari belakang.
“
Dindaaaaaaaaaaaaa.” Teriak Bunda sambil terengah-engah. Ayah yang mendengar
teriakan bunda langsung menuju kamar dan menenangkan bunda.
“
Tenang bunda. Bunda hanya mimpi. Dinda sekarang sudah tenang di alam sana.”
Dan
isak tangis bunda pun kembali pecah. Menyadari putri yang disayanginya telah
pergi untuk selama-lamanya.
0 comments:
Post a Comment