Saturday, 1 November 2014

Cerpen Karyaku

Posted by my blog is my life on Saturday, November 01, 2014 with No comments

DIARY DINDA

Sayup-sayup aku mendengar isak tangis seorang wanita. Aku menebak-nebak mungkin itu bundaku yang tengah menemaniku. Duduk di sampingku dan terus menangis menyesali apa yang sudah terjadi. Saat ini aku hanya bisa mendengar. Aku terkapar lemah di ranjang. Di dalam ruangan yang serba putih dengan bantuan alat pernapasan. Mungkin itu yang bisa menahanku untuk tidak segera pergi meninggalkan dunia yang sudah memberikan banyak  sekali kenangan-kenangan yang aku ukir bersama dengan orang-orang yang sangat aku sayang tapi mungkin mereka tak menyadarinya.
“ Bangun Dinda. Ini bunda. Bunda yang selalu sayang sama Dinda.”
Aku mendengar dengan jelas kalau ternyata bunda sayang sama aku. Oh andai aku sanggup, saat itu juga aku akan bangun dan memeluk bunda dengan erat. Tapi kenapa bunda baru sekarang peduli padaku? Di saat aku sudah tak berdaya seperti ini. Kemana bunda saat aku sedang membutuhkannya?
***
14 Agustus 2011
Hari ini aku sangat senang. Karena aku mendapatkan kado terindah dari bunda. Kado yang selalu aku nanti-nantikan sejak aku berusia 7 tahun. Aku sekarang mempunyai adik laki-laki yang mungil. Dan aku janji mulai sekarang aku nggak akan manja lagi. Aku akan membantu bunda sama ayah mengurusi dedek bayi biar mereka nggak kerepotan.
30 Agustus 2011
Hari ini aku melaksanakan sholat Id berbeda dengan  tahun-tahun sebelumnya. Aku melaksanakan sholat Id sendiri tak bersama anggota keluarga intiku. Tahun-tahun sebelumnya aku selalu berangkat dengan ayah dan bunda. Tapi tahun ini beda. Aku berangkat dengan tante-tanteku dan dengan sepupuku. Karena ayah dan bunda sedang sibuk mengurusi dedek bayi. Tapi tak apa. Aku tetep bahagia. Aku akan menjadi kakak yang baik buat adikku. Dan menjadi anak yang baik untuk ayah dan bunda.:-)
31 Agustus 2011
Tiba-tiba saja aku merasakan sakit di dadaku yang sebelah kiri. Sakit sekali ya Allah. Kenapa ini? Saat aku bilang ke bunda. Bunda bilang itu hanya kecapekan. Akupun beristirahat untuk menghilangkan rasa sakit di dadaku itu.
“ Bagaimana keadaan Dinda?” suara laki-laki itu membuat bunda menjadi kaget dan menutup diary yang sedang dibaca. Aku tau itu karena aku mendengar suara diaryku yang jatuh ke lantai.
“ Masih sama seperti kemarin Yah. Belum ada perubahan.”
“ Aku sangat menyesal Yah. Aku telah lalai mengurus Dinda. Aku tak pernah mencoba untuk mengerti perasaannya dan aku selalu mengabaikan semua keluhan-keluhannya. Dan bahkan aku sering sekali menyalahkan dia ketika adiknya menangis atau ketika adiknya bangun dari tidurnya karena mendengar suaranya. Aku sungguh berdosa.” Isak tangis bunda pun pecah saat selesai menyesali perbuatannya kepadaku dulu.
“ Lihat tulisan-tulisannya di buku ini. 6 bulan belakangan ini dia ternyata sangat kesepian. Dan aku bundanya sama sekali tak mempedulikannya.”
Ayah pun memungut diaryku dan sayup-sayup aku mendengar lembaran-lembaran dari buku itu dibuka.
4 September 2011
Hari ini aku sedih karena telah membuat bunda marah. Saat adek bobok aku tak sengaja bersuara keras dan membuat adek bangun dan rewel. Bunda marah banget sama aku. Dan aku tak bisa berbuat apa-apa untuk membantu Bunda.
5 September 2011
Sejak kejadian kemarin aku jadi takut sama Bunda. Aku takut dimarahi lagi. Sekarang aku merasa seperti sendiri. Dulu bunda selalu ada untuk aku. Sekarang bunda sibuk dengan dedek bayi. Aku jarang diperhatikan. Ayah juga sibuk dengan kerjanya.
14 Oktober 2011
Wah sekarang adekq sudh berusia 2 bulan lho. Seneng dech rasanya. Udah bisa diajak main. Hehehehe. Aku juga sudah bisa gendong adek lho. Tapi saat sedang asyik gendong adek. Dadaku sakiiiiitttt banget. Gak tau kenapa. Saat aku bilang bunda, aku malah dimarahi. Bunda kira aku pura-pura karena gak mau disuruh jaga adek. Akhirnya aku tahan rasa sakit ini. Karena aku ingin membantu bunda yang kecapekan seharian ngurus adek dan sekarang harus nyuci baju.
24 Oktober 2011
Aku merasa bunda sekarang kurang perhatian sama aku. Hari ini aku ulang tahun yang ke- 13 tapi bunda tak memberiku ucapan seperti tahun-tahun sebelumnya. Padahal di sekolah tadi temen-temenku ngucapin selamat ke aku. Ada apa dengan Bunda?
Tok tok tok. Terdengar pintu kamarku diketuk.
            “ Permisi Pak, dokter memanggil anda untuk berbicara sebentar.” Kata orang yang mengetuk pintu yang tidak lain adalah suster di rumah sakit tersebut.
            “ Oh iya sus.” Jawab ayahku dan kudengar langkah kaki ayah meninggalkan kamarku. Dengan lembut bunda mengelus-elus kepalaku. Dan aku merasa senang sekali. Sudah lama aku tak merasakan belaian bunda semenjak ada dedek bayi.
            “ Dinda kenapa nggak pernah bilang kalau kangen sama Bunda? Bunda benar-benar minta maaf sama Dinda. Dinda cepet sembuh ya. Bunda janji bunda akan selalu memperhatikan Dinda lagi seperti dulu. Dinda bangun Nak.” Kata Bunda saat itu padaku. Tapi apa daya aku hanya bisa mendengarkan. Aku ingin bicara tapi raga ini rasanya sudah tak kuat lagi.
***
               “ Apakah anda sebelumnya mengetahui tentang penyakit anak anda? Tanya dokter kepada seorang laki-laki yang tak lain adalah ayah Dinda.
            “ Penyakit? Penyakit apa maksud dokter? Selama ini anak saya sehat-sehat saja. Tidak pernah sakit.” Laki-laki itu mencoba melakukan penjelasan.
            “ Tapi menurut pemeriksaan kami anak anda menderita penyakit jantung. Mungkin ini yang menjadi penyebab dia jatuh dari sepeda dan akhirnya mengalami kecelakaan itu.”
            “ Dan fatalnya kecelakaan itu mengakibatkan benturan keras pada dada Dinda sebelah kiri yang membuat jantung dia semakin terluka parah. Kami hanya bisa berusaha melakukan yang terbaik untuk anak anda. Masalah selamat atau tidaknya anak anda tergantung dari kuasa Tuhan” Lanjut dokter lagi.
            Ayah Dinda yang mendengar hal itu langsung merasa lemas dan tak berdaya. Dia sudah tak mampu berkata apa-apa lagi.
***
Sementara itu di ruang rawat Dinda.
Entah darimana datangnya kekuatan itu. Sekarang aku mampu membuka mataku. Kulihat Bunda terlelap tidur di sampingku. Aku mencoba menggerakkan tanganku. Dan saat itu juga Bunda terkejut dengan gerakan tanganku itu.
“ Dinda, kamu sudah sadar Nak?” terlihat wajah ibuku sangat bahagia melihat aku sadar.
“ Dinda sayang maafkan bunda. Bunda sama sekali gak bermaksud untuk tidak memperhatikan dinda. Bunda juga gak pernah bermaksud untuk selalu memarahi Dinda. Dinda harus kuat ya. Dinda harus sembuh.” Kata Bunda sambil memegang erat tanganku.
Aku hanya bisa tersenyum dan perlahan-lahan air mataku mulai keluar. Dengan segenap kekuatan yang tersisa aku berusaha untuk bicara.
“ Bunda...” ujarku lirih.
“ Iya sayang ini bunda. Sayang jangan terlalu banyak bicara dulu. Dinda masih lemah.”
“ Maafkan Dinda. Dinda gak bisa jadi anak yang baik buat bunda. Maafkan Dinda yang selalu buat bunda marah. Dinda minta maaf bunda.”
Terdengar pintu dibuka.
“ Yah, Dinda sudah sadar yah. Dinda akan sembuh.” Kata bunda pada ayah yang saat itu baru selesai menemui dokter. Ayah yang saat itu tau aku sadar langsung memelukku dan menangis.
“ Ayah kenapa menangis?” tanyaku saat itu.
“ Yah, maafin Dinda kalau Dinda sering buat ayah marah. Maafkan Dinda yang belum bisa jadi anak yang baik buat bunda dan ayah. Ayah yang saat itu sudah tau tentang kondisi Dinda hanya bisa mengangguk menanggapi perkataan Dinda.
“ Bunda. Dinda punya surat buat ayah dan bunda. Dinda nulisnya pas malam hari sebelum Dinda jatuh dari sepeda. Baca ya bunda.” Kataku sambil tersenyum.
“ Bunda. Dinda pengen tidur. Dinda capek banget bunda. Bunda temani Dinda tidur ya. Dinda jangan ditinggal sendiri. Dinda takut.”
“ Iya sayang bunda dan ayah selalu disini menemani Dinda.”
Saat itu juga aku merasakan tubuhku sangat lemah. Aku sudah tidak kuat lagi menahan sakit yang ada di tubuhku. Aku ingin tidur yang nyenyak untuk menghilangkan semua sakit yang ada pada tubuhku. Dan perlahan-lahan rasa sakit itu pun hilang. Diiringi denga isakan tangis ayah dan bundaku.
***
               12 Januari 2012
               Malam ini entah kenapa aku ingin menulis surat untuk ayah dan bundaku. Aku seperti akan pergi jauuh sekaliii. Tapi gak tau kemana. Malam ini aku juga merasakan dadaku yang semakin sakit. Tiap aku pakek ngangkat barang berat terasa sakit. Tiap aku kelelahan pas abis naik sepeda dadaku berdebar kenceeeng banget dan keringetan. Kata bunda itu hanya karena kecapekan. Tapi kenapa malam ini semakin sakit dan berdebar-debar setiap saat.
Surat buat Bunda yang paliiiing aku sayangi.
Bundaku sayang. Dinda merasa malam ini adalah malam yang tepat untuk menulis surat buat Bunda. Mumpung Dinda masih bisa nulis surat ini.
Bunda, Dinda merasa bersalah banget sama bunda. Karena Dinda tidak pernah bisa membantu Bunda. Dinda malah sering ngrepotin bunda. Padahal Dinda tau kalau Bunda repot ngurusi dedek bayi.
Bunda, Dinda sebenarnya pengen cerita kalau akhir-akhir ini Dinda merasakan sakit di dada Dinda yang sebelah kiri. Tapi Dinda gak pernah punya kesempatan untuk cerita pada bunda. Setiap dinda mau cerita, bunda sibuk dengan dedek bayi.
Bunda, bunda jangan tersinggung ya kalau sekarang Dinda mau bilang ke Bunda kalau Bunda akhir-akhir ini sering marah sama dinda. Apalagi kalau Dinda membuat dedek bayi bangun hanya gara-gara mendengar suara rame yang Dinda buat. Jujur bunda, Dinda gak sengaja dan sama sekali gak bermaksud membangunkan dedek bayi. Karena Dinda sayang sama dedek bayi.
Bunda Dinda sekarang merasa kesepian. Dinda gak pernah ada teman main. Entah kenapa dinda seperti kehilangan bunda. Dinda jarang merasakan pelukan bunda. Padahal dinda kangen banget sama bunda.
Terimakasih untuk bunda yang sudah memberikan kado untuk DindaJ

Sekarang Dinda pengen nulis surat buat ayah yang selalu sibuk dengan kerjanya.
               Ayah, Dinda juga sayang banget sama ayah. Walaupun Dinda kurang begitu dekat dengan ayah. Tapi Dinda tetep sayang dan merasakan kalau ayah juga sayang dengan dinda. Buktinya ayah selalu kerja cari uang pasti buat dinda.
               Ayah, Dinda juga kangen sama ayah. Dinda kangen dengan kebersamaan kita. Dulu ayah sering ngajak Dinda main setiap akhir pekan. Tapi sekarang waktunya ayah tercurahkan pada dedek bayi. Tapi Dinda rela kok. Dedek bayi lebih membutuhkan perhatian daripada Dinda yang sekarang memang udah gedheJ

               “ Sudahlah Bunda. Jangan ditangisi terus. Ikhlaskan kepergian Dinda. Biar dia tenang di alam sana.” Ujar ayah sambil memeluk bunda.
            “ Bunda sekarang istirahat. Seharian ini bunda belum istirahat sama sekali.” Ayah pun menggiring bunda menuju kamar dan membaringkannya.
            “ Bunda lihat dech, Dinda dapat nilai matematika 90.”
               “ Dinda bunda lagi repot. Dinda sana masuk kamar ganti baju terus makan.”

Keesokan harinya.
               “ Bundaaa selamat pagii.”
               “ Aduh Dinda jangan teriak-teriak nanti adikmu bangun. Ini cepetan sarapan nanti kamu telat sekolahnya.
               “ Bunda Dinda berangkat ya.”
               Saat ingin menaiki sepedanya Dinda tiba-tiba kembali masuk rumah lagi dan melihat Bundanya.
               “ Ada apa? Ada yang ketinggalan?” tanya Bunda.
               “ Enggak Bunda. Dinda Cuma mau bilang dinda sayang sama Bunda.” Katanya sambil tersenyum dan berlalu pergi.
               “ Dinda berangkat.” Teriaknya lagi di depan rumah.
               “ Iya hati-hati.” Balas bunda dari dalam rumah.
               Saat sudah berada di jalan tiba-tiba Dinda merasakan sakit yang luar biasa pada dadanya dan menyebabkan dia tak bisa mengendalikan sepedanya. Sepedanya pun oleng. Dan bertepatan dengan itu mobil pick up langsung menghantam Dinda dari belakang.
               “ Dindaaaaaaaaaaaaa.” Teriak Bunda sambil terengah-engah. Ayah yang mendengar teriakan bunda langsung menuju kamar dan menenangkan bunda.
            “ Tenang bunda. Bunda hanya mimpi. Dinda sekarang sudah tenang di alam sana.”
            Dan isak tangis bunda pun kembali pecah. Menyadari putri yang disayanginya telah pergi untuk selama-lamanya.
Categories:

0 comments:

Post a Comment